Cerpen Kugapai Mimpiku hingga ke Sudan


Cerpen Kugapai Mimpiku hingga ke Sudan

Kugapai Mimpiku hingga ke Sudan

Hai...
Namaku Lutfiana. Biasa dipanggil Lutev. Aku lulusan dari MA NU ASSALAM, Kudus tahun 2018. Aku lahir di Semarang, 1 April 2000. Ya, aku asli Semarang. Hanya saja aku menjalani hidup ini sebagai anak rantau yang selalu berpindah-pindah tempat (nomanden) dan pastinya selalu hidup mandiri jauh dari orangtua. Ketahuilah, semua ini karena ilmu. Andai aku hanya berdiam diri di satu tempat saja mungkin aku tidak bisa seperti saat ini, tidak luas wawasasan tentang daerah-daerah lain, tidak bisa merasakan lika-liku hidup mandiri, tidak bisa mengenal beberapa karakter teman dari lingkup daerah yang berbeda-beda, dan pastinya aku tidak akan mengerti betapa mahalnya harga tiket pulang hehe. Dari situlah banyak tantangan yang mucul untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman. Ujian yang selalu bertingkat membuatku semakin mengerti kenikmatan menuntut ilmu yang sesungguhnya. Simpulku, “Menuntut ilmu itu keluar dari zona aman dan nyaman”. Ya, itulah motto hidupku dalam menuntut ilmu. Ketika aku tumbang dan lelah akan ujian hidup yang ada, kuingat kembali motto hidupku, yaitu menuntut ilmu itu keluar dari zona aman dan nyaman. Jadi cobalah ikhlas dan bersabar. Jangan menyerah ataupun lari dari masalah karena siapapun yang sabar dalam menuntut ilmu, niscaya akan mendapat balasan indah dari-Nya.
In syaa Allah.

Seperti kisahku yang mengikuti pelatihan soal-soal dan belajar bahasa arab di instansi EA1 (English Arabic One) di kota Malang. Dengan harapan bisa meraih beasiswa kuliah di International University of Africa, Sudan. Aku dapatkan info ini dari seorang Ustadz di kursusanku dulu. Ustadz ini benar-benar membantuku sekaligus mengarahkanku tentang bagaimana mengikuti EA1 ini. Kata beliau, ini beasiswa 100% dan peluang untuk lulusnya sangatlah besar. Nah, siapa sih yang tidak tertarik? Aku benar-benar tertarik dan langsung membicarakan ini dengan orangtua. Alhamdulillah orangtua setuju dan saat itu juga aku langsung daftar dan transfer uang.
Setelah beberapa hari, kucoba musyawarah dengan guru-guru dan teman-teman terdekat. Tetapi jawaban mereka benar-benar membuatku tidak bersemangat lagi. Sangat banyak persepsi yang membuat hati ini bimbang, yaitu tentang Sudan yang sekarang katanya lagi bermasalah seperti sedang krisis moneter dan banyak masyarakat disana yang unjuk rasa, juga tentang Sudan yang katanya kehidupannya mahal dan hanya ada 2 musim yaitu panas dan panas banget, dan lain-lain. Itu baru tentang Sudannya. Kalau tentang instansi ini, EA1, kerabat-kerabat dekatku tadi benar-benar tidak percaya dengan pemberian beasiswa ini yang dimana peluangnya sangat besar untuk memperoleh beasiswa kuliah di Sudan. Mereka curiga tentang darimana sumber beasiswa ini yang sebenarnya, karena mereka khawatir kalau aku diposisi yang sama seperti guruku yang kuliah di Luar Negeri dulu yang dimana beliau mendapat beasiswa tapi ternyata kontrak yang ditandatangani beliau adalah beliau harus ikut dengan golongan wahabi. Nah begitulah singkatnya.

Hari demi hari kecemasan semakin meningkat. Bahkan orangtua pun ikut cemas. Tapi mau bagaimana lagi? Aku sudah transfer uang dan tidak mungkin kubatalkan begitu saja. Akhirnya aku tetap memutuskan untuk lanjut dan berangkat belajar di EA1 ini. Benar-benar modal yakin saja sama Allah walau aku tidak dapat dukungan semangat dari siapapun untuk mengambil keputusan ini.

Setibanya di Malang, aku harus mengubah pola hidup. Mulai dari yang biasanya tinggal di asrama dan makan 3x sehari tinggal ambil saja, sekarang tinggal di Kos dan harus atur jadwal kapan cari warung makan. Itupun makan 2x sehari agar hemat sekaligus belajar memanage uang hehe. Dan pastinya harus atur ulang jadwal keseharian, antara jadwal masuk kelas, belajar mandiri, dan kebutuhan pribadi. Dan qodarullah kelas EA1 jauh dari Kos. Yaa daripada pake grab 10k pulang pergi mendingan jalan kaki saja biar otot kaki tidak kaku  sekaligus untuk cuci mata dengan melihat keindahan alam yang ada hehe.

Orang-orang yang mendaftar untuk pengambilan beasiswa ini memanglah banyak tetapi yang masuk mengikuti pembelajaran di EA1 ini hanyalah 11 orang saja, yaitu 10 orang ikhwan dan 1 orang akhwat (aku seorang diri). Harus kuat dan harus betah walau semuanya serba dilakukan sendiri. Dari karakterku yang tadinya ekstrovert (mudah berbaur), sekarang mendadak menjadi orang yang berkarakter introvert. Ya, semenjak disini saja menjadi orang introvert. Sok-sok cuek, sok-sok pendiem, dan pemalu kalau mau ini itu. Tapi yaa kembali ke niat awal, yaitu aku disini karena ilmu dan untuk memperluas pengetahuan, jadi sudahlah abaikan dan bikin asik saja yang begituan tadi tuh hehe.

Jujur saja, Aku sempet iri dengan mereka. Dari melihat story-story mereka di WA. Melihat betapa nikmatnya mereka bisa belajar kelompok, bisa tanya-jawab yang tak dimengerti, juga bisa mempraktikkan mufrodat atau bahasa yang didapat. Enak, ya? Tetapi bagiku apapun masalahnya, bukan seberapa berat beban masalahnya tetapi yang terpenting adalah bagaimana aku menyikapinya. Akhirnya kucoba cari teman, yaitu sebuah kaca untuk mempraktikkan bahasa sekaligus kutambah juga semangat belajarku. Oh iya, Alhamdulillah aku dekat dengan seorang Ustadz yang tadi, yang mengenalkanku pada EA1 ini. Beliau setiap hari Sabtu dan Ahad Voice not aku. Beliau mengajakku ngobrol lewat Voice not dan wajib memakai bahasa arab. Maasyaa Allah Jazakumullah, Ustadz.

Dibalik pahit pastilah ada manis, begitulah hidup. Manisnya, di EA1 ini Aku banyak mendapatkan pengetahuan banyak hal. Tutor sekaligus Ustadz dari EA1 ini sangat luas pengetahuannya dan pastilah juga mulia hatinya. Beliau juga selalu mengajari kami bagaimana menjadi guru yang baik, bagaimana mengajarkan bahasa arab yang benar, mengajari perbedaan mufrodat yang dipakai di Mesir, Sudan, Su’udiyyah, dan sebagainya. Beliau juga mengajarkan kami agar bisa membuat perkembangan di Indonesia ini suatu saat nanti. Ya, begitulah. Ditambah lagi aku bersyukur mengenal teman-teman 10 ikhwan tadi. Disinilah aku baru mengenal orang-orang sehebat mereka. Jarang ditemui di instansi manapun. Mereka sangat hebat. Mereka selalu bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, apalagi waktu moment persentasi. Semua masing-masing dari mereka terlihat bakatnya dalam menyampaikan. Aku benar-benar merasa masih buruk dan tidak ada apa-apanya dibanding mereka, tetapi dari merekalah semangatku terus meningkat. Aku sadar kalau harus lebih bersungguh-sungguh lagi kalau mau jadi apa-apa. Terimakasih teman-teman hehe.

Hari demi hari berlalu. Rintangan apapun masih bisa bertahan hingga akhirnya tidak terasa hampir 2 bulan disini dan hari ujian kian mendekat. Ujian tersebut meliputi 3 tipe, yaitu 100 soal tertulis, 5 soal ujian lisan Al-qur’an, dan 3 soal ujian lisan yang meliputi 3 tipe juga, yaitu tentang perkenalan, rencana apa yang akan dilakukan setelas lulus kuliah, dan yang terakhir adalah disuruh pilih 1 tema dr 10 tema secara acak. Tema tersebut mayoritas tentang cowok pula. Disitu kita disuruh menjelaskan apa yang akan kita lakukan jika kita menjadi blablabla. Dari semua tipe tadi Aku merasa biasa saja, husnudzon kalau insya Allah bisa. Tetapi aku merasa terlalu keberatan dengan yang terakhir tadi. Aku keberatan dengan ujian lisan yang disuruh pilih tema secara acak karena aku sadar diri kalau bahasaku belum seberapa lancarnya dan mufrodatku juga masih dikit dan monoton. Oleh karena itu, tepat H-1 Aku begadang. Seharian itu aku belum istirahat sama sekali. Padahal waktu TM (Technical Meeting), tenaga terasa sudah terkuras semua. Tetapi apa boleh buat? Aku takut jika aku tidur, terus aku keblabasan sampai besoknya. Akhirnya seharian itu aku tidak istirahat sama sekali. Mencoba muroja’ah lagi dan lagi setelah TM. Setelah itu belajar Baina Yadaik, Seerah Nabawiyyah, Mustholahah hadits. Lagi dan lagi untuk yang terakhir. Setelah itu sisa waktunya kugunakan untuk belajar ngobrol untuk persiapan ujian lisan yang meliputi 3 tipe tadi. Itu kupersiapkan benar-benar sampai subuh dan kusambung muroja’ah. Aku cuma tidur sebentar, setengah jam saja saat itu kemudian kuminum kopi 2 gelas sebelum berangkat agar tidak ngantuk saat ujian berlangsung.

Cerpen Kugapai Mimpiku hingga ke Sudan

Ujian berjalan lancar. Sesampainya di sesi 2, yaitu ujian lisan Al-qur’an, Aku benar-benar tidak fokus, lelah, ngantuk, dan mata pedes banget tetapi tidak bisa tidur. Wah sangat tersiksa dah. Ditambah lagi ketika aku mencoba chat teman-teman terdekat  untuk minta do’a dan semangat, eh mereka off semua. Ibu juga tidak merespon chatku, mungkin lagi sibuk. Akhirnya hari itu aku memang benar-benar harus berdiri sendiri dan atur semangat sendiri meski sempet pesimis waktu detik-detik ujian lisan karena kulihat teman-teman akhwat bahasanya sudah keren, mereka datang dari Mesir. Sementara aku masih jeblok dah. Tetapi Alhamdulillah semua itu terlewati dengan baik. Ujian lisannya juga enak, pengujinya asik, dan kami ngobrol dengan santai sampai kemana-mana melewati batas waktu yang telah ditentukan, hehe.

Akhirnya semuanya selesai. Sore pun tiba. Saatnya pengumuman nilai dan pernyataan lulus atau tidaknya. Deg-degan. Aku sangat takut kalau tidak lulus. Pesimis banget saat itu. Dan Kamis, 28 Maret 2019 itu pengumuman menyatakan “SELAMAT”. Maasyaa Allah senangnya dan bersyukur mendapatkan nilai 86 karena pikirku tidak lulus. Aku berpikir demikian karena saat ujian lisan Al-qur’an, aku hanya bisa menjawab 3 soal dari 5 soal yang diujikan. Itupun aku kurang lancar.

Setelah pengumuman dan foto bersama, aku langsung mengabari ibu dengan chat singkat “Ibuuuu, LULUS.” Maa syaa Allah ibu langsung telvon dan menangis sangat dahsyat karena ibu benar-benar tidak menyangka aku bisa melewati semua ujian ini, mengingat pertama datang ke EA1 ini tidak ada dukungan sama sekali dari kerabat-kerabat dekat. Setelah itu, kucoba menghubungi ustadz yang senantiasa ikut membantuku tadi. Aku ceritakan semuanya tentang hari ini dan respon ibu, eh beliau ikutan nangis. Aku jadi bingung haha.

Ya Allah, terimakasih. Aku sangat bersyukur. Aku berharap sama Allah agar benar-benar bisa memperdalam ilmu lebih luas lagi dengan jurusan Dakwah disana nantinya. Setelah lulus dari sana nantinya, aku ingin mencoba mengamalkan pengetahuan yang kudapat itu ke keluarga, teman-teman terdekat, dan masyarakat lainnya. Terutama di daerah dimana aku lahir, daerah yang isinya banyak sekali orang-orang yang melakukan maksiat. Aku ingin membuktikan kepada orang-orang yang selalu meremehkan bapak dengan kata-kata “tidak mungkin dan tidak ada sejarahnya didaerah sini, orang yang mondok dan merantau masa depannya jadi penceramah atau pendakwah.” Ya, aku ingin membuktikan itu semua setelah kuliah nanti. Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa walaupun membuktikan itu semua dengan perlahan, sedikit demi sedikit yang penting istiqomah di dalam kebaikan. Dan harapku, aku ingin benar-benar bisa memotivasi orang-orang  yang selalu putus asa dan tumbang dalam menuntut ilmu. Ya, aku ingin mengubah mainseat mereka tetapi tetaplah kucoba selalu bermuhasabah diri untuk menjadi lebih baik dahulu.

Jadi dalam meraih beasiswa itu, kita perlu “Dream, Pray, Action.” Kita atur mimpi atau keinginan untuk meraih beasiswa, lalu kita coba berdo’a untuk mengadu sama Allah yang maha sebaik-baiknya pemberi. Setelah itu juga cobalah untuk berusaha. Mulai dari coba cari link-linknya di internet atau info dari orang-orang terdekat, kemudian kalau sudah cobalah pelajari soal-soal yang berhubungan dengan yang akan diujikan. Dan yang terpenting jangan lupa ikhlas dan bersabar karena ujian hidup dalam menuntut ilmu itu pasti ada karena kita dalam menuntut ilmu itu sudah pasti harus mau keluar dari zona aman dan nyaman. Jadi, tetaplah semangat, jangan menyerah, dan teruslah berkarya. Horasssss.....


-BERSAMBUNG-
Ditunggu ya, Part 2 nyaaaaa...

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen Kugapai Mimpiku hingga ke Sudan"

Post a Comment

Cerpen Kugapai Mimpiku hingga ke Sudan

Cerpen Kugapai Mimpiku hingga ke Sudan

Kugapai Mimpiku hingga ke Sudan Hai... Namaku Lutfiana. Biasa dipanggil Lutev. Aku lulusan dari MA NU ASSALAM, Kudus tahun 2018. ...