Cerpen Seorang Preman yang Mulia
Seiring
berjalannya waktu, ia sadar bahwa maling adalah perbuatan yang tidak benar,
kemudian ia berusaha mencari nafkah dengan cara yang halal, mulai dari menjadi
tukang semir sepatu, tukang becak, pedagang siomay, dan jualan koran.
Semakin
ia berusaha menjadi baik dan terus maju, semakin banyak pula cobaan yang datang
menghampirinya. Ayahku sudah berusaha mencari nafkah yang halal, tetapi
kebiasaan mabuk dan judinya belum ia tinggalkan. Hingga suatu ketika, ia
difitnah menggunakan narkoba, padahal mencicipi rokok pun tidak pernah.
Fitnah
terus ada, seringkali ayahku menjalani tes urine narkoba untuk membuktikan
bahwa hasilnya negatif. Bagi ayahku, semakin difitnah orang, semakin didekatkan
pula rejekinya. Cobaan itu selalu ada, tetapi seberat apapun cobaan yang Allah
berikan, tidak mungkin ia tidak mampu melewatinya, karena Allah memberi masalah
itu sesuai dengan tingkat kemampuan hambanya.
Suatu
hari ada seseorang datang dan menawarkan pekerjaan kepada ayahku,
“Bagaimana jika kamu jualan rajungan saja?” tawaran temannya ke ayahku.
“Bagaimana caranya?” tanya ayahku kebingungan.
“Sudah... Tidak usah bingung, kamu ikuti saja jalanku.” jawab temannya.
“Bagaimana jika kamu jualan rajungan saja?” tawaran temannya ke ayahku.
“Bagaimana caranya?” tanya ayahku kebingungan.
“Sudah... Tidak usah bingung, kamu ikuti saja jalanku.” jawab temannya.
Pada
zaman itu, ayahku sama sekali tidak paham konsep berdagang. Ia bukanlah seorang
yang cerdas dengan lulusan sekolah yang tinggi. Menjadi orang pintar, seperti
sesuatu yang tidak mungkin baginya, tetapi menjadi orang sukses yang kaya itu
adalah kemungkinan yang besar, karena ia orang yang jujur, tekun, dan teliti
dalam urusan pekerjaan.
Seburuk-buruknya
orang pasti ada sisi baiknya, ia sangat suka menghadiri kajian-kajian islami.
Ia seorang yang tawaduk dengan para kiai. Kebiasaan orang lain datang ke kiai
minta doa agar rejekinya melimpah, tetapi ayahku tidak, ia hanya meminta
barokah dan doanya untuk anak dan istri agar menjadi orang yang sholeh/sholehah
dan taat kepada orang tua. Entah apa yang istimewa darinya, tetapi setiap sowan
kepada kiai, ia selalu dipegang kepalanya, didoakan, kemudian ditiupkan ke
kepalanya.
Hari
demi hari berlalu, ayahku menjadi orang yang penuh rasa syukur dan hidup
berkecukupan dengan uang yang halal, yaitu dari usaha menjual rajungan (hasil
laut). Masa inilah membuatnya selalu teringat masa lalu, bagaimana susahnya
menjadi orang miskin, susah mencari pekerjaan, makan enak pun tidak pernah, dan
dianggap bajingan oleh warga sekitar. Hal ini membuatnya memiliki sifat belas
kasihan terhadap orang-orang yang serba kurang. Ayahku tidak pernah tega
melihatnya. Ayahku selalu menyisihkan uang hasil kerjanya untuk sedekah kepada
orang miskin, anak yatim piatu, juga membagikan nasi kotak kepada janda tua di
pasar dekat rumah setiap hari jumat.
Semua
hal ini berawal dari terpaksa, memaksakan diri untuk menjadi orang yang baik,
kemudian terbiasa, hingga akhirnya menjadi orang yang luar biasa. Meskipun
berawal dari orang yang tidak berpendidikan tinggi, sekarang ia menjadi orang
sukses, ia menjual semua hasil laut di berbagai kota, bukan hanya rajungan
saja. Dari seorang bajingan, sekarang ia bisa bergaul dengan semua kalangan,
akrab dengan para pejabat, polisi, pengusaha besar, kiai serta para
habib, walaupun ayahku tidak memiliki jabatan apapun seperti mereka. Dari orang
miskin, sekarang ia bisa menyekolahkanku ke luar negeri, Sudan tepatnya. Walaupun
ayahku sangat jauh dari agama dulunya, setidaknya sekarang aku berusaha
menjadi orang yang lebih dekat dengan agama untuk menuntunnya ke
jalan yang benar.
Yeah, sekarang aku menjadi mahasiswi di International University of Africa, Sudan. Tentunya tidak mudah hidup di negeri orang, tetapi aku ingat betul pesan ayahku sebelum aku berangkat ke Sudan,
Yeah, sekarang aku menjadi mahasiswi di International University of Africa, Sudan. Tentunya tidak mudah hidup di negeri orang, tetapi aku ingat betul pesan ayahku sebelum aku berangkat ke Sudan,
“Kalau
kamu menjadi orang pintar, tolong jangan sok pintar dengan orang bodoh. Kalau
kamu menjadi orang kaya, tolong jangan sok kaya dengan orang miskin. Jangan
mudah meremehkan orang remeh, karena orang yang kamu remehkan belum tentu
remeh.”
Singkat pesannya, tetapi luas maknanya. Aku selalu mengingat dan mengamalkan pesannya. Dari ayah, aku semakin cinta berbagi kepada sesama. Walaupun ada saatnya aku tidak bisa bersedekah uang, aku berusaha bersedekah waktu dan tenaga untuk teman-teman.
Singkat pesannya, tetapi luas maknanya. Aku selalu mengingat dan mengamalkan pesannya. Dari ayah, aku semakin cinta berbagi kepada sesama. Walaupun ada saatnya aku tidak bisa bersedekah uang, aku berusaha bersedekah waktu dan tenaga untuk teman-teman.
Sesuai
firman Allah dalam (QS. Al Anfal [8]: 60) yang berbunyi;
وَمَا تُنْفِقُوا
مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Artinya:
“Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dirugikan.”
Aku
sangat merasakan manfaatnya dalam kehidupanku, jika sedekah lancar, maka hati
akan tenang, nyaman, bahagia, dan segala urusan menjadi mudah. Apapun yang kubutuhkan selalu dikasih-Nya dengan cepat, padahal baru berkata dalam hati saja. Memang, tidak semua perbuatan baikku bisa dihargai orang, bahkan sekadar mengucap "Terimakasih" pun tidak, tetapi inilah yang membuatku untuk belajar ikhlas dan lapang dada. Jangan pernah capek menjadi orang baik. Aku percaya bahwa Allah Maha Melihat, Allah pasti akan membalas perbuatan baik hambanya dari berbagai arah, termasuk dengan cara yang tak terduga sekalipun.
0 Response to "Cerpen Seorang Preman yang Mulia"
Post a Comment